12 Oktober 2012 0 comments

Tugas Pengantar Jurnalistik

TENTUKAN JURUSAN DENGAN HATI

Jessy Selasih (11140110005)


Ratusan mahasiswa dengan jas almamater biru duduk manis di Function Hall Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Sabtu (28/4). Salah satunya adalah saya. Kami sebagai mahasiswa tahun pertama Fakultas Ilmu Komunikasi menjadi peserta Seminar Penjurusan. Seminar ini bertujuan agar para mahasiswa mendapat informasi mengenai dunia Jurnalisme dan Public Relations (PR), dua bidang peminatan yang dapat dipilih. Oleh karena itu, pihak UMN mendatangkan dua narasumber jurnalisme serta dua praktisi PR yang handal di bidangnya masing-masing. Moderator pada seminar ini yaitu Benny S. Butarbutar, M.Si., dosen Pengantar Jurnalistik. Rektor UMN, Ninok Leksono membuka seminar yang dimulai pukul 9.00. 

Pembicara pertama adalah Toriq Hadad, yang memberikan presentasi tentang perkembangan media dan wartawan. Corporate Chief Editor Tempo Media Group ini memaparkan TV analog yang banyak dipakai di Indonesia ini akan dipindahkan ke digital pada 2015. Akibatnya satu pemancar dapat digunakan untuk banyak saluran TV, Diperkirakan akan ada 1000 saluran TV baru di Indonesia. Seiring dengan pertambahan saluran TV yang cukup ekstrim, peluang bagi para jurnalis tentu akan sangat terbuka. TV tidak hanya butuh hiburan. “Oleh karena itu jadilah jurnalis,” bujuknya.

Seorang praktisi dan dosen PR UMN tampil sebagai pembicara kedua. Puspita Zorawar, M.Psi T., yang memaparkan cukup lengkap gambaran PR. Dari penjelasannya, para mahasiswa memiliki gambaran yang cukup jelas tentang tugas PR sebagai bagian advertising, marketing, finance, hingga publicity. PR Indosat ini menjelaskan PR adalah tentang networking dan relationship. Oleh karena itu untuk menjadi seorang PR kita harus ahli dalam berkomunikasi.

Sukses dalam bekerja dapat diraih, apapun profesinya. Maka dari sekarang kami sebagai mahasiswa harus banyak belajar. Ia berpesan agar kami tidak hanya melakukan hal-hal operasional ketika magang dan bekerja, karena pekerjaan yang ‘biasa’ akan mendapat posisi yang biasa pula. Maka ia mengharapkan kami dapat menunjukkan kompetensi dengan penuh percaya diri. Kunci sukses adalah karakter. Sebagai orang yang sudah berpengalaman belasan tahun di dunia PR, menurutnya keunggulan dalam menjadi seorang PR meliputi keunggulan dalam kepemimpinan diri. Dengan memilikinya, seseorang akan mampu belajar mengeksplorasi kompetensi yang dimiliki, dan melakukan yang terbaik.

Setelah itu, seorang pria berwajah familiar di layar TV maju sebagai narasumber jurnalisme kedua. Penawaran yang cukup mendadak untuk menggantikan Rosiana Silalahi yang berhalangan hadir membuatnya tidak memiliki persiapan untuk membuat slide, sehingga ia memilih untuk berbagi pengalamannya. Ia adalah Aryo Adhi. Excecutive Produser RCTI ini menceritakan pengalamannya sejak awal masuk ke dalam dunia jurnalisme. Tidak berlatar belakang pendidikan jurnalis, ia belajar dan berjuang dari menjadi seorang reporter di Lativi, hingga menjadi pembawa berita di SCTV. Sejak saat itu ia mulai dikenal dan merasa sangat nyaman, merasakan passion sebagai jurnalis.

Sejak 2011, ia hijrah ke RCTI. Pengalaman cukup banyak yang ia bagikan itu mencakup pahit manisnya perjuangan seorang jurnalis. Satu pengalamannya yag menyenangkan bagi saya adalah meliput langsung Piala Dunia 2008 di Afrika Selatan. Satu hal yang sejak kecil saya ingin lakukan, menjadi wartawan olahraga. Selain menceritakan pengalamannya, ia memberi saran pada kita untuk memiliki integritas. Dengan integritas yang baik dan kemampuan yang mumpuni, uang akan mengikuti.

Febriati Nadira, praktisi PR berpengalaman ini maju sebagai pembicara terakhir. Ia adalah PR yang sudah belasan tahun makan asam garam di beberapa perusahaan pemerintah, yakni Telkom, Telkomsel, dan kini Mandiri Sekuritas. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di bidang yang langsung berhubungan dengan publik. Maka tidak heran jika ia sangat menekankan fungsi PR sebagai media relations. Ia memaparkan perkembangan media relations jaman dulu, sekarang hingga masa mendatang. Selain itu, ia juga berbagi mengenai pengalaman pahitnya, black campaign dari kompetitor.

Untuk menjadi PR kredibel, ia memberikan 4 tips:
1. Listen, understand, respond.
2. Be ready, be honest
3. Solid team work
4. Engage: Media event, gathering, social media, etc

Sesi terakhir adalah sesi tanya jawab. Dari keempat pembicara tersebut, dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda, Jurnalisme dan PR saling membutuhkan. Selain itu, apa yang dipelajari tidak sepenuhnya berbeda, karena keduanya bernaung dalam Fakultas Ilmu Komunikasi. Kami diharapkan memilih dengan hati. Apapun pilihannya, yang terpenting adalah kita mau belajar, tekun, dan tidak mudah menyerah. Semakin besar cita-cita, semakin besar pula tantangannya. 

Terdapat beberapa pernyataan hebat yang saya kutip dari seminar ini:
1. Is this bringing me closer to achieving my goals?
2. The power is you. Now it’s human capital.
3. Everything is like a game
4. Rendah hati, karena kesombongan akan membuat kita jatuh
5. Lakukan yang terbaik, kita pasti akan menemukan passion 
6. Kesempatan walau kecil hrs diambil
7. Dare to dream big

Sesi seminar ditutup dengan pembagian selembar kertas yang cukup menentukan masa depan kami. Saya, dengan segala kebimbangan beberapa minggu sebelum hari pemilihan jurusan memutuskan mengambil bidang peminatan PR meskipun jurnalisme sangat menarik bagi saya sejak kecil. Namun, saya tidak akan menyesal dengan pilihan ini. Is this bringing me closer to achieving my goals? Yes! 

0 comments

Tulisan Indah yang Terlupakan

Di tengah perkembangan teknologi, banyak pekerjaan ‘ketinggalan jaman’ yang semakin redup. Di Indonesia hanya segelintir seniman penulis indah yang masih bertahan hingga saat ini. Mereka kalah bersaing dengan komputer, salah satu penemuan terbaik dalam sejarah kehidupan manusia.

Papan bertuliskan ‘Tulis Indah’, bertempelkan sertifikat berhiaskan tulisan tangan bersandar pada pagar di pinggir kali di kawasan Pasar Baru, Jakarta. Nando, pembuat tulisan indah itu menunggu pelanggan sambil duduk di atas pagar. Akan tetapi, siang itu sangat sepi. Jangankan ada yang mampir memberi pesanan, bahkan hanya ada beberapa pejalan kaki yang melintas. 

Sepinya pelanggan sudah dialami warga Matraman ini sejak masuknya abad ke-21. Jaman serba instan membuat sertifikat, ijazah, dan kartu ucapan dengan mudahnya dicetak menggunakan printer. Sementara itu, menggunakan jasa penulis indah menjadi pilihan kedua karena biayanya lebih mahal. Hal ini berimbas pada seniman-seniman ini. Maka tidak heran jika terkadang mereka tidak mendapat pelanggan sama sekali dalam sehari.

Saat mulai terjun di Pasar Baru kelas 1 SMA, Nando menyatakan ada sekitar tiga puluh rekan seprofesinya di lokasi yang sama. Dengan jumlah saingan sebanyak itu pun ia masih bisa memperoleh pendapatan setara dengan uang sakunya selama 50 hari. Sekarang? Pria 43 tahun ini hanyalah satu dari lima penulis indah yang tersisa. 

Tinta, air, bolpoin, dan kertas adalah peralatan Nando sehari-hari.  Dari alat-alat tersebut ia menghidupi istri dan dua anaknya. Yang terpenting adalah ketabahan dan rasa cintanya terhadap profesi ini menjadi  bekal terakhir yang membuatnya tetap duduk menunggu pelanggan yang tinggal hitungan jari dalam seminggu.  
Meski sulit, Nando bertekad untuk terus mempertahankan profesi ini semampunya. Salah satu faktor pendukung lain yang membuatnya bertahan adalah tidak adanya komplain dari keluarga. Alumi SMA Fajar Kayumanis Jakarta ini enggan berganti pekerjaan, termasuk jika ia mendapatkan tawaran. Ketika ditanya mengenai pendapatan, ia menyatakan bahwa penghasilannya tidak terlalu besar ataupun kecil. “Alhamdullilah masih mencukupi,” katanya.

Butuh perubahan


Fenomena semakin terkikisnya seniman penulis indah seiring munculnya media komunikasi yang lebih memudahkan masyarakat juga diakui Wito, pelukis sekaligus penulis indah. Pria bernama asli Sugito ini merupakan pendiri sekaligus ketua Kelompok Pelukis dan Penulis Indah Pasar Baru. 

Orang yang sudah jatuh cinta terhadap pekerjaan bisa saja terus terlena dalam zona nyamannya. “Kalau mindset-nya gak  berubah, ikutin jaman ya susah,” kata pria yang selalu menggunakan topi khas seniman di berbagai kesempatan ini. Semua orang harus mau berkembang. Ketika teknologi merebut pelanggan mereka, para seniman penulis indah dituntut untuk berinovasi untuk menarik kembali pasar mereka.
Wito yang juga sahabat karib almarhum Mbah Surip ini prihatin dengan seniman yang cuma menulis tapi tidak bisa melukis. Oleh karena itu ia mengharapkan para penulis indah mau ‘menambah’ profesi menjadi pelukis yang dapat dijual tiap waktu, berbeda dengan menulis sertifikat yang cederung musiman dan tidak pasti.


 
;