17 Desember 2011 0 comments

Gili Trawangan, Pulau Anti Global Warming

Ini adalah sebuah cerita perjalanan turis lokal yang melancong ke Gili Trawangan, my favorite island. :)
Enjoy this, buat pencinta pantai sudah pasti kepengen kesini, dan wajib!


Ini adalah sebuah perjalanan nekat yang bekal semangatnya lebih besar dibandingkan uang dan informasi. Karena kami berdua yakin kenekatan yang dibarengi dengan niat yang baik sudah cukup menjadi bekal yang akan mempermudah setiap langkah perjalanan kami.

Memulai dari Surabaya menuju destinasi pertama yaitu Gili Trawangan, sebuah pulau kecil di Lombok Utara yang kecantikannya harum semerbak sampai mancanegara. Sengaja kami memilih Gili Trawangan, bukan Gili Meno ataau Gili Air adalah karena kami menganggap Trawangan adalah icon dari pariwisata Lombok, selain karena testimoni keindahan pulau ini yang sudah overload masuk kedalaam memori otak kami. Sengaja kami mengambil rute pesawat Surabaya-Denpasar, yang tak sengaja memang ada harga super gila 140ribu/pax pulang-pergi. Selain itu juga ada alasan untuk jalan-jalan di Bali, setelah dari Lombok.

Sesampai di Bali kami langsung menuju Padang Bai, dermaga dimana boat cepat akan mengantar kami langsung ke Gili Trawangan. Super cepat, karena hanya membutuhkan waktu satu setengah jam untuk sampai di Gili Trawangan, dibandingkan kami harus naik feri dari Padang Bai ke Lempar yang memakan waktu enam jam. Hembusan angin laut, goncangan ombak yang sangat bersahabat dan langit biru menawan, membuat sempurna perjalanan satu setengah jam diatas boat cepat, ditambah bonus atraksi keluarga lumba-lumba khas selat Lombok, membuat semakin sempurna perjalanan kami.

Siang hari pertama di Gili Trawangan kami habiskan untuk berenang dipantai, bermain pasir, berburu landscape melalui bidikan kamera kami dan tentunya aktifitas outdoor yang paling saya sukai, bersepeda. Tidak usah ke Belanda untuk bisa melihat sepeda bagian dari budaya keseharian anak manusia, tapi cukup di Gili Trawangan. Jangan berharap bertemu dengan kendaraaan bermesin disana. Yang ada hanya sepeda angin berbagai jenis dan tentunya cikar dokar motor atau biasa disebut cidomo. Jauh sebelum isu Global Warming meramaikan agenda setting media-media di dunia, Trawangan sudah menerapkaan penyelamatan bumi dengan sepeda. Saya tidak tahu jelas bagaimana ceritanya bisa seperti itu. Butuh waktu kurang lebih dua jam untuk bisa menjelajahi pulau, dengan jalanan yang kebanyakaan dipenuhi pasir dan teriknya mentari khas pantai. Sepanjang perjalanan akan banyak sekali spot menarik, mulai dari pohon yang tumbang, tanah lapang kaplingan cukong, sapi, kambing yang dilepaskan bebas oleh pemiliknya, atau resort-resort mewah yang bertuliskan Private dont entry.

Kalau malas bersepeda keliling pulau pada sore hari, saat yang tepat untuk snorkeling, dengan modal 35 ribu sama seperti tarif sepeda, anda bisa meminjam peralatan snorkeling. Kalau takut berenang saat pagi, disaat air laut surut, saking beningnya air laut, dengan mata telanjang anda bisa menikmati biota laut seperti bintang laut, keluarga siput laut, ikan-ikan kecil, dan kerang laut.

Penjaja persewaan snorkeling ini juga seperti persewaan sepeda ada dimana-mana sepanjang jalan protokol. Anda tinggal memilih spot snorkeling sesuai keinginan anda, mulai dari yang rame sampai yang sepi. Karena kantong kami cekak, maka kami hanya bisa menikmati Gili Trawangan melalui sepeda yang menjadi sahabat Gili Trawangan yang anti Global Warming dan Snorkeling yang murah meriah, tidak seperti diving yang mahal atau sun bathing yang kulit asia seperti kami sudah menjadi makanan sehari-hari.

Oleh: aida setyawan
 -detiktravel
 
;